Puisi Sajak Doa di Jakarta Karya W.S. Rendra

Berikut ini adalah puisi berjudul “Sajak Doa di Jakarta” yang dibuat oleh W.S. Rendra.

“Sajak Doa di Jakarta”
(Karya W.S. Rendra)

Tuhan yang Maha Esa,
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai,
fikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan.

Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela.

Tuhan yang Maha Faham,
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang berarti empat puluh tahun gaji seorang buruh,
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
panser yang angkuh,
traktor yang dendam.

Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal,
dan kata-kata menjadi lumpur becek,
aku menoleh ke utara dan ke selatan –
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim,
harapan kosong, optimisme hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata.

Ibumu mempunyai hak yang sekiranya kamu mengetahui tentu itu besar sekali
Kebaikanmu yang banyak ini
Sungguh di sisi-Nya masih sedikit
Berapa banyak malam yang ia gunakan mengaduh karena menanggung bebanmu
Dalam pelayanannya ia menanggung rintih dan nafas panjang
Ketika melahirkan andai kamu mengetahui keletihan yang ditanggungnya
Dari balik sumbatan kerongkongannya hatinya terbang
Berapa banyak ia membasuh sakitmu dengan tangannya
Pangkuannya bagimu adalah sebuah ranjang
Sesuatu yang kamu keluhkan selalu ditebusnya dengan dirinya
Dari susunya keluarlah minuman yang sangat enak buatmu
Berapa kali ia lapar dan ia memberikan makanannya kepadamu
Dengan belas kasih dan kasih sayang saat kamu masih kecil
Aneh orang yang berakal tapi masih mengikuti hawa nafsunya
Aneh orang yang buta mata hatinya sementara matanya melihat
Wujudkan cintaimu dengan memberikan doamu yang setulusnya pada ibumu
Karena kamu sangat membutuhkan doanya padamu

Related posts of "Puisi Sajak Doa di Jakarta Karya W.S. Rendra"

Puisi Wanita Miskin Itu Karya Rayhandi

Berikut ini adalah puisi berjudul "Wanita Miskin Itu" yang dibuat oleh Rayhandi. "Wanita Miskin Itu" (Karya Rayhandi) Wanita miskin itu Yang memakai sendal jepit Yang menjadi babu orang Dia ibuku Wanita miskin itu Yang setiap hari bertemankan keringat Yang tiada lelah menyeret kaki Dia ibuku Wanita miskin itu Yang setiap gelap terlelap lelah Yang setiap...

Puisi Sabtu, Awal Oktober Karya Frid Embu

Berikut ini adalah puisi berjudul "Sabtu, Awal Oktober" yang dibuat oleh Frid Embu. "Sabtu, Awal Oktober" (Karya Frid Embu) (I) Pagi hari Oktober baru mulai Wajah ramah di halaman Seperti bukan kau Bukan kita lagi Udara mati Dingin mati Aku sadar, segelas kopi nyatanya tak menyelamatkan apapun Pagi hari Mestikah kita ribut di halaman Tentang...

Puisi Meniti Hari Esok Karya Ninil

Berikut ini adalah puisi berjudul "Meniti Hari Esok" yang dibuat oleh Ninil. "Meniti Hari Esok" (Karya Ninil) Dalam hari esok Tersirat pancaran nurani Paksa aku untuk berlari Telusuri jalan hidupku Meski keringat bercucuran Darah mengalir dari jari-jari kaki Dan langkah kian menyedihkan Aku tetap melangkah Untuk mencapai harap nan datang Sumber: Majalah SMA 1 Ngawi...

Puisi Perjalanan ke Akhirat Karya Sapardi Djoko Damono

Berikut ini adalah puisi berjudul "Perjalanan ke Akhirat" yang dibuat oleh Sapardi Djoko Damono. "Perjalanan ke Akhirat" (Karya Sapardi Djoko Damono) : Raja Ali Haji Perjalanan ke akhirat jangan dibebani dendam kesumat - langkahmu nanti tersendat. Tentu ada penjaga gapura yang barangkali bertanya, “Mau ke mana, Saudara?” Kau tak usah risau ia memang tak suka...