Puisi Lagu Serdadu Karya W.S. Rendra

Berikut ini adalah puisi berjudul “Lagu Serdadu” yang dibuat oleh W.S. Rendra.

“Lagu Serdadu”
(Karya W.S. Rendra)

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang.
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak!

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali.
Wahai, tanah yang baik untuk mati!
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukillah ia bagi putraku di rumah.

Related posts of "Puisi Lagu Serdadu Karya W.S. Rendra"

Puisi Malam Penuh Takbiran Karya Sulaiam Kamal

Berikut ini adalah puisi berjudul "Malam Takbir Penuh Rindu" yang dibuat oleh Sulaiam Kamal. "Malam Takbir Penuh Rindu" (Karya Sulaiam Kamal) Rintik-rintik hujan masih jelas kedengaran setitik demi setitik gugur kebumi rahmat yang dikurniakan menyambut malam penuh takbir.... Asma Mu berkumandang memenuhi ruang sang malam bergema memuji-muji Ilahi aku lihat Ramadhan dari kejauhan sayup kedengaran...

Puisi Sepasang Karya Fiersa Besari

Berikut ini adalah puisi berjudul "Sepasang" yang dibuat oleh Fiersa Besari. "Sepasang" (Karya Fiersa Besari) Pertemuan kita begitu sederhana. Aku tersesat di antara keramaian, dan kau menyapaku dari kerumunan. Dari saat kau melempar senyuman, aku tahu duniaku akan dilanda kekacauan. Sejak itu, yang ada hanya sunyi, dan dirimu hadir sebagai satu-satunya bunyi. Perkenalan kita begitu...

Puisi Sajak Anak Muda Karya W.S. Rendra

Berikut ini adalah puisi berjudul "Sajak Anak Muda" yang dibuat oleh W.S. Rendra. "Sajak Anak Muda" (Karya W.S. Rendra) Kita adalah angkatan gagap yang diperanakkan oleh angkatan takabur. Kita kurang pendidikan resmi di dalam hal keadilan, karena tidak diajarkan berpolitik, dan tidak diajar dasar ilmu hukum. Kita melihat kabur pribadi orang, karena tidak diajarkan kebatinan...

Puisi Sepotong Senja Karya Acep Zamzam Noor

Berikut ini adalah puisi berjudul "Sepotong Senja" yang dibuat oleh Acep Zamzam Noor. "Sepotong Senja" (Karya Acep Zamzam Noor) Sepotong senja kemerahan yang kauberikan padaku Segulung mega serta segenggam kabut yang memabukkan itu Masih belum bisa kuterjemahkan sebagai puisi Senyummu terlalu jenaka untuk seorang Rabi’ah Dan punggungmu belum cukup bungkuk untuk tertatih Menyusuri lorong-lorong Basrah...